Jurnalis wanita mengangkat suara mereka di Gaza
Dalam masyarakat Palestina yang didominasi oleh pria, para jurnalis wanita di Jalur Gaza telah berusaha untuk maju. Dengan membuat citra kaum wanita lebih baik di berbagai media dan meningkatkan liputan lokal terhadap isu-isu wanita, mereka berharap untuk membuat masyarakat menyadari bahwa wanita adalah rekan yang penting bagi para pria, memperkuat peran organisasi wanita dan mengembangkan peran jurnalis wanita Palestina.
Di sektor media besar Jalur Gaza, yang merupakan sarang dari banyak peristiwa yang terus-menerus menarik perhatian dunia, hanya ada lima media outlet yang berfokuskan pada isu-isu kaum wanita mencoba untuk menemukan kedudukan yang sesuai. Muna Khader, seorang koordinator dari Klub Jurnalis Wanita Palestina di Gaza, mencatat lima kantor berita tersebut; Gaza Women Radio; Majalah Al Ghaida yang dipublikasikan oleh Women’s Affari Center; Majalah Al Saada yang diterbitkan oleh Thoraya Communication and Information Foundation; Nawa News Network; dan website Khnsaa Palestina oleh departemen Jihad Wanita Islam.
Khader menjelaskan bahwa organisasi-organisasi media wanita di Gaza mencoba untuk mempromosikan isu-isu yang diabaikan oleh media lokal lainnya. Ia mengatakan, “Melihat halaman depan dari suratk kabar harian yang populer di Palestina (Al-Quds, Al-Ayyam, al-Hayat al-Jadida dan Felesteen [yang berafiliasi dengan Hamas], kita jarang melihat pokok berita mengenai isu-isu wanita. Masalah-masalah wanita di bahas di dalam halaman, bukan di halaman depan.”
Wartawan Islam al-Barbar mendirikan Gaza Women Radio pada tahun 2013 sebagai media elektronik berbasiskan komunitas pertama yang memberitakan isu-isu wanita. Namun fasilitas-fasilitas proyek tersebut dihancurkan oleh pihak Israel selama perang tahun 2014. Media ini mampu melanjutkan siaran-siarannya pada bulan November.
Barbar mengatakan kepada Al-Monitor, “Saya ingin mengambil sebuah langkah bagi media yang mengkhususkan wanita Palestina dan yang membicarakan secara mendalam mengenai semua masalah yang dihadapi oleh kaum wanita di Palestina, yang sedang dirugikan oleh pelanggaran-pelanggaran Israel atas marjinalisasi masyarakat. Saya ingin menunjukkan keberhasilan dan prestasi kaum wanita ketika media lokal selalu menggambarkan kaum wanita Palestina yang selalu mengeluh dan menangis... Stasiun radio lokal sebagian besar berbicara dari sudut pandang dan dikepalai oleh kaum pria. Maka dari itu, kami memiliki sebuah gagasan untuk mendirikan sebuah stasiun radio yang dipimpin oleh seorang wanita. Dan ini melanggar aturannya.”
Ia mencatat bahwa Gaza Women Radio tidak menerima dukungan dari siapa pun dan didirikan secara independen. Mencatat bahwa ia ingin memberikan kesempatan pekerjaan yang lebih banyak bagi kaum wanita karena ada beberapa pekerjaan bagi mereka di lembaga-lembaga media lokal, ia menunjukkan bahwa karyawan dari stasiun tersebut terdiri dari 14 jurnalis, 10 di antaranya adalah wanita.
Gaza Women Radio menyiarkan beberapa program yang berfokuskan pada kaum wanita, dia antaranya “Captives from My Country”, program radio Palestina pertama yang berurusan dengan para tahanan wanita di penjara-penjara Israel, dan “Noun Sport”, program olahraga wanita pertama di Palestina. Stasiun radio ini juga menyiarkan program lainnya yang membahas masalah-masalah kaum wanita, seperti pembunuhan demi kehormatan dan pelecehan, dari perspektif mereka dan mempromosikan isu-isu wanita yang sebelumnya diabaikan.
Ditanyai mengenai serangan atas stasiun tersebut selama perang di Gaza pada tahun 2014, Barbar mengatakan, “Kantor pusat kami secara langsung ditarget oleh pesawat-pesawat Israel. Kami kehilangan kantor dan beberapa peralatan kami. Peristiwa tersebut adalah pukulan besar bagi kami.”
Ia mencatat bahwa kurangnya pendanaan dan dukungan adalah sebuah masalah ketika ia mencoba untuk melanjutkan usahanya. Kemudian Pusat Penyiaran Timur Tengah yang berbahasa Arab maju dan membantunya dengan menyediakan dukungan keuangan. Namun ia menekankan bahwa tidak ada jaminan bagi penyiaran stasiunnya akan terus berlanjut karena proyek-proyek wanita tidak memiliki dukungan lokal.
Untuk bagiannya, sekretaris editorial Majalah Al Ghaida, Samar al-Dreamly mengatakan bahwa meskipun mereka menerbitkan empat edisi dalam setahun, publikasi nya belum mampu untuk mencapai tujuannya menjadi sebuah majalah bulanan, memperluas jangkauannya dan meningkatkan perputarannya, yang sekarang tidak lebih dari 1.000 eksemplar per edisi.
Ia mengatakan kepada Al-Monitor, “Majalah Al Ghaida didirikan pada bulan Maret 1997 dan kami telah menerbitkan 29 edisi sejauh ini. Kami mempekerjakan setidaknya 30 jurnalis, sebagian besar wanita dan majalah ini dianggap sebagai landasan independen dan berani yang mengeksplorasi isu-isu kaum wanita. Setiap edisi yang diterbitkan adalah pantulan dari harapan, rasa sakit dan ambisi kaum wanita Palestina.”
Ia mengatakan bahwa majalahnya bertujuan untuk membahas isu-isu kaum wanita Palestina, mengubah pandangan terhadap kaum wanita, menigkatkan tingkat intelektual dan kejuruan wanita, serta mempromosikan kepercayaan diri mereka sebagai individu yang independen dan layak untuk berperan secara efektif dalam semua bida kehidupan. Ia juga berusaha untuk menawrkan kesempatan kerja bagi lulusan jurnalisme dan penulis wanita baru-baru ini dan juga mempromosikan mereka dalam masyarakat.
Khader percaya bahwa jurnalis wanita Palestina mampu berinovasi dan unggul jika diberikan kesempatan. “Kebanyakan organisasi media lokal tidak memberikan wanita peran pengawasan senior, meskipun beberapa wanita dapat berhasil melakukan peran tersebut, seperti wartawan Palestina Samar Shahin, yang mampu membuktikan keterampilan dan kemampuan saat ia menjadi sekretaris redaksi surat kabar harian Felesteen,” katanya.
Ada kelangkaan dukungan keuangan dari organisasi-organisasi setempat dan internasional untuk memperkuat peran wanita Palestina dalam sektor media lokal. Khader menambahkan bahwa kendala terbesar untuk pengembangan organisasi media wanita di Gaza adalah kurangnya program untuk mengembangkan keterampilan para jurnalis wanita Palestina. Kebanyakan jurnalis wanita di Gaza juga tidak memiliki pengalaman kerja, mengingat kurangnya kesempatan bagi mereka.
- Source : www.al-monitor.com