Kesepakatan pertukaran dengan Israel tak ada gunanya jika mengecualikan mereka yang sakit
Seorang tahanan Palestina telah dibebaskan, Mohammed Allan yang memulai aksi mogok makan selama 66 hari, menganggap bahwa kesepakatan pertukaran tahanan antara perlawanan Palestina dan Israel tidak berguna jika kesepakatan tersebut tidak termasuk mereka yang sakit dan sudah tua, mereka yang paling menderita sebagai akibat dari kondisi penahanan dalam penjara-penjara Israel.
Dalam sebuah wawancara dengan Al-Monitor, Allan mengungkapkan bahwa keputusannya untuk mogok makan terjadi setelah keyakinannya yang mantap. Ia tahu dampak dari keputusannya yang hampir merenggut nyawanya. Ia mengatakan bahwa ia tidak akan ragu-ragu unntuk melanjutkan aksi mogok makan jika tentara Israel menempatkannya di bawah tahanan administratif kembali.
Allan adalah salah satu dari tahanan Palestina yang melakukan aksi mogok makan terbuka karena kondisi buruk dalam penahanan, dengan beberapa dari mereka yang hampir tewas sebagai hasilnya.
Allan tinggal di kota Nablus, bagian utara dari Tepi Barat, ia seorang pengacara dan tidak menikah.
Teks wawancara sebagai berikut:
Al-Monitor: Apa alasan penangkapan Anda oleh tentara Israel? Apakah Anda didakwa secara resmi atas alasan tertentu?
Allan: Tentara Israel telah menangkap saya sebanyak tiga kali. Yang pertama adalah pada tahun 2006, ketika puluhan tentara menyerbu rumah saya di desa Ainabous di Nablus, mereka membawa saya ke kantor hukum saya, mencari-cari dan menghancurkan isinya, kemudian membawa saya ke Penjara Megiddo di mana saya menghabiskan waktu selama tiga tahun dan dibebaskan pada tanggal 31 Maret 2009. Yang kedua adalah pada tahun 2011, ketika saya berada di tahanan selama 50 hari.
Saya ditangkap ketiga kalinya pada tanggal 6 November 2014. Pihak berwenang Israel tidak pernah mendakwa saya dengan tuduhan apa pun, dan selama penahanan saya, saya hanya diberikan dua pertanyaan: Mengapa saya masih belum menikah dan apakah saya memberikan ancaman apa pun bagi negara Israel? Pada tanggal 11 November 2014, intelijen Israel menempatkan saya di bawah penahanan administratif selama enam bulan.
Ketika periode penahanan enam bulan hampir berakhir, Layanan Penjara Israel / Israeli Prison Service (IPD) memperpanjang masa tahanan administratif saya selama enam bulan, tertanggal 5 Mei 2015 dan berakhir pada tanggal 4 November 2015. Sekali lagi, perpanjangan masa tahanan tersebut secara hukum tidak dibenarkan, dan pengadilan menolak banding yang diajukan oleh pengacara Palestina saya.
Al-Monitor: Mengapa Anda melakukan aksi mogok makan selama penahanan?
Allan: Saya merasak direndahkan dan tunduk pada kehendak orang biasa ketika penahanan administratif saya diperpanjang selama enam bulan, dan saya dipindahkan ke penjara Gurun Negerv di bagian selatan Israel, di mana saya kehilangan hak saya untuk hidup dengan normal. Saya merasa terhina dan diperbudak.
Lebih dari sekali saya mengimbau kepada pengadilan Israel untuk meminta agar penahanan saya diakhiri, dan tanpa hasil. Para hakim Israel adalah boneka Shabak (Badan Keamanan Israel, juga dikenal sebagai Shin Bet), dan satu-satunya jalan yang tersisa bagi saya adalah aksi mogok makan.
Ketika saya secara resmi mengumumkan akan melakukan aksi mogok makan pada tanggal 17 Juni 2015, saya dimasukkan ke dalam sel isolasi di penjara Ela di Beersheba, bagian selatan Israel, kemudian ditransfer ke Penjara Eshel dan Rumah Sakit Ramleh ketika kesehatan saya memburuk di tengah aksi mogok makan saya. Pada tanggal 10 Agustus 2015, tertatih-tatih antara hidup dan mati, saya dipindahkan ke unit perawatan intensif di Barzilai Medical Center bagian selatan Israel.
Al-Monitor: Bagaiamana otoritas penjara Israel memperlakukan Anda selama aksi mogok makan? Pada bulan Juli, Knesset mengesahkan sebuah undang-undang yang memungkinkan pemerintah untuk memaksa-makan pemogok makan ketika kesehatan mereka terancam. Apakah Anda pernah dipaksa makan?
Allan: Pihak berwenang penjara Israel memperlakukan saya sama seperti tahanan Palestina lainnya. Mereka mengutuk dan menghina saya, dan kadang-kadang saya ditendang dan dikasari. Saya juga mengalami tekanan psikologis dan fisik. Sipir Israel menelanjangi dan memeriksa saya lebih dari sekali selama aksi mogok makan. Saya juga pernah diancam akan dipaksa makan beberapa kali jika saya tidak menghentikan aksi mogok makan. Ancaman pertama tersebut dilontarkan kepada saya pada tanggal 7 Agustus. Ketika IPS menyatakan bahwa mereka akan mengajukan permintaan ke pengadilan Israel, meminta pelaksanaan hukum paksa-makan, yang telah disetujui oleh Knesset pada bulan Juli.
Namun, permintaan itu ditolak. Setelah banyak tekanan pada pengadilan Israel dari dalam dan luar negeri mengenai paksaan untuk makan terhadap saya, IPS memutuskan untuk mentransfer saya dari Soroka Medical Center dimana saya menetap, ke Barzilai Medcal Center dengan harapan dokter-dokter di sana akan melakukan tes medis wajib dan mencoba untuk memaksa saya untuk makan, karena tim medis di Soroka Medical Center menolak untuk melakukannya.
Al-Monitor: Apa syarat dari kesepakatan antara Anda dan IPS atas pembebasan Anda?
Allan: Selama penahanan terakhir saya, ada dua kesepakatan, yang kedua-duanya dilanggar oleh IPS. Yang pertama adalah untuk mengakhiri aksi mogok makan saya dan menyelesaikan masa tahanan saya agar dapat dibebaskan sesudahnya, tanpa memperbaharui penahanan administrasi saya. Saya menolak dan menuntut kebebasan penuh. Saya terus melanjutkan aksi mogok makan saya sampai akhirnya pengadilan Israel menyerah. Ini adalah ketika saya ketika saya mengakhiri aksi mogok makan saya pada tanggal 19 Agustus 2015, namun orang tua saya lebih memilih agar saya tinggal di rumah sakit Israel dan menerima perawatan untuk beberapa waktu. Ketika pihak Israel melihat bahwa kesehatan saya telah membaik, mereka kembali menahan saya, terutama karena tekanan dari warga Israel, yang melihat situasi ini dari perspektif yang berbeda bahwa seorang warga Palestina mampu memaksakan kehendaknya terhadap negara Israel.
Kesepakatan kedua adalah ketika saya melakukan aksi mogok makan kedua saya pada tanggal 16 September 2015, menyusul pengangkapan saya di sebuah pusat medis Israel. Tiga hari setelah itu, kesehatan saya menurun karena belum sepenuhnya pulih dari aksi mogok makan pertama. Pengadilan Israel menawarkan beberapa jaminan atas pembebasan langsung saya pada saat selesainya masa tahanan dan tidak akan memperpanjang penahanan tersebut. Ketika tidak ada lagi alasan untuk menahan saya, saya dibebaskan pada tanggal 4 November.
Al-Monitor: Jika tentara Israel menangkap Anda kembali, apakah Anda akan melanjutkan aksi mogok makan Anda?
Allan: Pastinya. Saya akan melakukannya dalam sekejap jika saya ditangkap lagi. Ini tidak berarti saya suka melakukannya. Saya akan menggunakan cara-cara lain juga, seperti yang telah saya lakukan terakhir kali untuk mencegah penangkapan administratif lainnya. Saya sepenuhnya siap secara psikologis dan mental untuk mengambil langkah ini sekali lagi, bahkan jika ini akan mengambil nyawa saya.
Al-Monitor: Apa pesan dari para tahanan yang ingin disampaikan kepada faksi-faksi Palestina dan kepemimpinannya?
Allan: Para tahanan membuat sebuah pengorbanan karena ini adalah bagaimana mereka melakukan perlawanan terhadap pendudukan Israel. Namun, mereka merasa bahwa faksi-faksi Palestina an kepemimpinan tetap lalai dalam menjaga hak-hak mereka dan membuat upaya-upaya yang dapat membebaskan mereka, terutama mereka yang sakit. Sebuah bangsa yang melupakan tahanannya di negara lain tidak layak atas kebebasan dan martabat. Setiap kesepakatan pertukaran antara tahanan Palestina dan Israel akan tidak berguna jika tidak termasuk pembebasan mereka yang sakit.
Al-Monitor: Bagaimana pandangan Anda dan tahanan lain terhadap intifada Palestina?
Allan: Kami memiliki perasaan yang campur aduk: sebuah perasaan kepuasan dan kekhawatiran terhadap intifada tersebut. Para tahanan berharap pemberontakan akan mencapai apa yang telah gagal dicapai oleh proses negosiasi dan bahwa pemberontakan ini akan menjembatani kesenjangan dalam perpecahan internal Palestina.
- Source : www.al-monitor.com