www.zejournal.mobi
Senin, 23 Desember 2024

Serangan di terminal bus Israel: tentara IDF terbunuh, polisi menembak orang asing

Penulis : RT | Editor : Admin | Selasa, 20 Oktober 2015 07:38


Seorang tentara IDF tewas dan 11 lainnya luka-luka ketika seorang penyerang Arab yang bersenjatakan dengan pistol dan pisau melepaskan tembakan di sebuah terminal bus di kota Beersheba, bagia selatan Israel. Seorang pria Eritrea ditembak mati oleh polisi karena dikira sebagai penyerang.

Pelaku tersebut masuk ke dalam terminal dan mulai menembak dan menusuk orang-orang, serangan ini salah satu yang terkejam sejak ekskalasi ketegangan dimulai, kata polisi. Sorang tentara Israel tewas, empat petugas polisi ringan dan tujuh warga sipil juga terluka dalam serangan tersebut.

Meskipun membawa pistol, penyerang tersebut juga merebut senjata dari tentara yang ia tembak mati. Yoram Halevy, seorang komandan polisi di Israel selatan mengatakan kepada para wartawan. Sang penyerang, yang identitasnya tidak segera terungkap telah ditembak mati oleh pihak polisi, ia menambahkan.

Pada awalnya dilaporkan bahwa penyerang tersebut memiliki kaki tangan, yang kemudian terluka dan ditahan oleh polisi. Kemudian terungkap bahwa pasukan keamanan Israel telah salah menembak seorang warga asing yang sebelumnya diduga sebagai penyerang tersebut.

Menanggapi serangan tersebut, pihak kepolisian memasuki terminal bus tersebut dan melihat seorang “warga asing”. Mereka melepaskan tembakan dan melukainya, Halevy mengkonfirmasikan. Pria tersebut kemudian meninggal di rumah sakit.

The Jerusalem Post melaporkan bahwa pria tersebut adalah seorang warga Eritrea yang telah tinggal di Israel.

Sebuah kerumuna Israel yang marah meneriakkan “kematian bagi orang-orang Arab” berkumpul di luar terminal bus setelah serangan tersebut, Reuters melaporkan.

Serangan pada hari Minggu ini telah menjadi insiden yang paling serius dalam serangkaian kekerasan di Israel yang disebabkan oleh ketegangan di seputar tempat suci Yerusalem, Masjid al-Aqsa, yang suci bagi kedua agama, Muslim dan Yahudi.

“Para teroris tidak berhenti. Serangan mereka meningkat dari menusuk menjadi menembak,” Eli Ben-Dahan, Wakil Menteri Pertahanan mengatakan setelah insiden tersebut.

“Saya menyerukan kembali agar pemerintah mengusir keluarga dari para teroris. Ini adalah satu-satunya langkah yang akan menghalangi mereka untuk melaksanakan aksi serangan teroris berikutnya,” kata Ben-Dahan, seperti yang dikutip oleh The Jerusalem Post.

Selama dua minggu terakhir, tujuh warga Israel tewas dalam serangan pisau di jalan-jalan atau dalam bus yang dilakukan oleh pihak Palestina. Korban tewas pada pihak Palestina ada 41 orang, yang meliputi para penyerang dan demonstran yang tewas ditembak oleh pasukan keamanan Israel.

Pekerja Arab ‘dilarang’ dari sekolah-sekolah Tel Aviv

Sementara itu, Tel Aviv dan kota-kota terdekat dari Rehovot dan Hod Hasharon mengumumkan bahwa semua pekerja kebersihan dan maintenance tidak akan diijinkan masuk ke dalam sekolah-sekolah dan di bawah larangan sementara. Pekerjaan tersebut sebagian besar dikerjakan oleh wara Arab.

“Karena situasi yang sensitif, kota Tel Aviv-Jaffa tidak akan mengijinkan masuknya para pekerja konstruksi dan buruh – Yahudi dan Arab – ke dalam lembaga pendidikan,” Gali Avni-Orenstein, juru bicara Tel Aviv mengatakan dalam respon emailnya kepada Reuters.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Tel Aviv juga mengatakan bahwa “setelah kegiatan sekolah selesai, para pekerja kontrak dapat melakukan pekerjaan mereka seperti biasa.”

Laporan serupa juga diperkenalkan oleh kota Modiin-Maccabim-Reut, yang memilih untuk mengatakan “anggota minoritas”dalam pengumumannya – istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan orang-orang Arab di negara Yahudi.

1,7 juta orang Arab dengan mayoritas Muslim mewakili sekitar 21 persen dari 8 juta penduduk Israel.

Kementerian Dalam Negeri Israel mendesak, “Semua walikota harus terus bertindak dengan hormat dan kesetaraan terhadap semua pekerja mereka, terlepas dari agama, suku atau jenis kelamin,” namun tidak memerintahkan agar mereka mencabut larangan tersebut.

Departemen Pendidikan mengatakan bahwa mereka tidak memberikan pedoman khusus bagi para staf non-pendidikan di sekolah-sekolah karena tidak bertanggung jawab atas kontrak para pekerja tersebut, website Arutz Sheva melaporkan.

Partai Joint List, yang mewakili minoritas Arab di Israel mengecam larangan oleh kota-kota sebagai sebuah tindakan yang “rasis”.

Anggota dari Joint List yang menonjol, Dov Khenin telah menyampaikan kepada Komite Interior Knesset untuk mengadakan sidang darurat mengenai masalah ini.

“Sebagai hasil dari kecemasan publik, langkah rasis eksklusif yang sedang berlangsung menodai seluruh populasi, melanggar hak-hak dasar dan melemahkan kemungkinan untuk membangun masa depan yang berbeda di sini,” kata Khenin, sebagaimana dikutip oleh Haaretz.


- Source : www.rt.com

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar