Kekejaman bukanlah hak asasi manusia
Ini adalah awal dari mipi buruk mereka. Banyak warga Palestina tertidur setiap malamnya tanpa mengetahui jika rumah mereka akan dibuldoser disaat malam oleh polisi Israel. Menurut Jeff Halper, pendiri Israeli Committee Against House Demolitions (ICAHD), penghancuran rumah-rumah adalah salah satu senjata utama Israel untuk menduduki Palestina.
Ada kemiripan dalam penghancuran rumah-rumah dibanyak kasus. Polisi, dan terkadang pihak militer tiba dilokasi di pagi hari saat para warga masih tertidur. Mereka mengelilingi rumah-rumah dan meminta penghuninya untuk keluar. Jika mereka menolak, mereka akan dipaksa untuk keluar kemudian buldoser-buldoser akan memulai tugas tragis yang menghancurkan. Hanya kadang-kadang para penghuni diizinkan untuk mengambil beberapa barang milik mereka.
Di beberapa kasus, karena ukuran rumah-rumah yang besar, para polisi atau pihak militer menghancurkannya dengan bahan peledak, bukan buldoser. Disaat itu terjadi polisi membentuk barisan penghalang untuk memblokir para warga yang memberi perlawanan ketika menyaksikan rumah mereka dibumihanguskan. Sebuah laporan Amnesty International menyatakan bahwa penghancuran rumah-rumah seringkali dilakukan tanpa peringatan terlebih dahulu dan para penghuni diberi sedikit waktu untuk mengungsi.
Sejak 1 Januari – 18 Agustus 2015, polisi Israel telah menghancurkan 331 bangunan Palestina di Area C (tidak termasuk Yerusalem Timur) dan 457 orang, termasuk anak-anak kehilangan rumah mereka, menurut data dari kantor PBB Office of Coordination of Humanitarian Affaris (OCHA) dan B’Tselem (organisasi hak asasi manusia Israel).
Menurut pemerintah Israel, rumah-rumah yang dihancurkan karena tidak memiliki izin bangunan. Oleh karena itu, rumah-rumah tersebut ilegal dan menjadi target penghancuran. Apa yang tidak dikatakan oleh pemerintah Israel adalah bahwa untuk mendapatkan izin bangunan hampir mustahil bagi para warga Palestina yang membuat semua rumah baru berstatus ilegal.
“Penghancuran rumah warga Palestina, lahan pertanian dan properti lainnya di wilayah penduduk, termasuk Yerusalem Timur, terkait erat dengan kebijakan Israel untuk mengambil sebanyak mungkin dari wilayah-wilayah yang didudukinya, terutama dengan mendirikan pemukiman-pemukiman Israel,” Amnesty International menyatakan.
Tindakan penghancuran rumah-rumah berasal dari Mandat dari Inggris. Pemerintah memberikan para komandan militer wewenang untuk menyita dan meruntuhkan “setiap rumah, struktur atau tanah, warga dan setiap pelanggaran yang melibatkan kekerasan”. Pada tahun 1945 pemerintah mengesahkan Peraturan Pertahanan. Peraturan 119 membuat aksi-aksi ini menjadi mungkin untuk dijalankan oleh para Komandan Militer lokal tanpa pembatasan atau pertimbangan.
Pada tahun 1968, setelah Israel menduduki Tepi Barat dan Gaza, Theodor Meron, seorang penasihat hukum Kementrian Luar Negeri Israel mengatakan kepada kantor Perdana Menteri bahwa penghancuran-penghancuran rumah, bahkan yang dianggap menjadi rumah teroris adalah melanggar Konvensi Keempat Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil dalam perang. Pandangan ini diketahui oleh banyak ahli hukum internasional, termasuk para ahli terkemuka di Israel.
Beberapa organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, Human Rights Watch dan OCHA menentang aksi penghancuran rumah tersebut dan berpendapat bahwa hal itu melanggar hukum internasional dimana para polisi dan militer Israel menghukum secara kolektif, menghancurkan properti pribadi dan menggunakan kekerasan terhadap warga sipil.
Bahkan penggunaan aksi penghancuran rumah sebagai pencegahan tindakan kekerasan oleh warga Palestina telah dipertanyakan. Pada tahun 2005, sebuah komisi Angkatan Darat Israel yang mempelajari tentang metode penghancuran rumah tersebut tidak menemukan bukti pencegahan yang efektif, dan menyimpulkan bahwa kerusakan yang disebabkan menghilangkan fungsinya.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintah Israel (IDF) telah melakukan penghancuran sebagai bentuk pembalasan dendam yang tidak tepat sasarannya, dan sebagai pencurian tanah Palestina oleh aneksasi untuk membangun Tepi Barat Israel atau untuk membuat, memperluas atau menguntungkan pemukiman-pemukiman Israel.
Ada sesuatu yang mengerikan dari tentara yang paling kuat di Timur Tengah, dan salah satu yang terkuat di dunia bahwa mereka menyerang warga sipil yang tidak berdosa dan menghancurkan rumah-rumah dan harta benda mereka. Kekejaman bukanlah hak asasi manusia.
- Source : www.informationclearinghouse.info