www.zejournal.mobi
Minggu, 22 Desember 2024

Norman Finkelstein: Laporan-laporan amnesti Gaza hanyalah propaganda Israel

Penulis : Nick Mutch | Editor : Admin | Selasa, 01 September 2015 07:43

Norman Finkelstein adalah seorang ilmuwan politik dan aktivis blak-blakan serta kontroversial tentang konflik Israel/Palestine, salah satu kritikus mengenai Israel yang konsisten dan tajam. Sejalan dengan sejarawan terkemuka Israel Benny Morris, ia baru-baru ini mengumumkan  kerjasamanya dengan Byline, sebuah platform penggalangan dana dari masyarakat untuk kegiatan-kegiatan jurnalisme yang independen. Ia bermaksud untuk menggunakan keahlian jurnalismenya untuk menggalang dana sebesar $100.000 yang akan ia sumbangkan ke rumah sakit Al-Awda di Gaza. Nick Mutch menuliskan salinan hasil kerja Norman pada laporan perang Amnesty International’s Gaza, dan berbicara dengannya di telepon dari New York mengenai proyek barunya.

19 Juli 2015 “Informasi Kliring Rumah” – Nick Mutch (NM): Artikel terbaru Anda sangat kritis terhadap laporan Amnesty International pada Operasi Protective Edge, serangan Israel di Gaza pada musim panas lalu. Secara khusus Anda menyerang persamaan yang palsu antara “Unlawful and Deadly: Rocket and Mortar Attacks by Palestinian Armed Groups” dan “Families Under the Ruble – Israeli Attacks on Inhabited Homes”. Bisakah Anda menjelaskan hal ini?

Norman G. Finkelstein (NGF): Saya terjun dalam laporan Amnesty dengan banyak harapan karena saya secara jelas mengingat laporan mereka “22 Hari Kematian dan Kehancuran”, yang keluar setelah Operasi Cast Lead pada tahun 2008-2009. Saya mengantisipasikan fakta yang jujur, secara hukum tidak berpihak tentang apa yang telah terjadi. Dalam pertempuran untuk opini publik, kita perlu organisasi-organisasi seperti Amnesty yang menjunjung tinggi otoritas moral, sebagai penyeimbang alat-alat propaganda Israel.

Tapi saya adalah seorang yang gemar membaca catatan kaki, dan selalu memperhatikan ketika membalik-balik halaman dari laporan tersebut dimana mereka mengutip sumber-sumber seperti Kementrian Luar Negeri Israel beberapa kali. Laporan ini menggunakan outlet-outlet propaganda resmi sebagai sumber yang otoritatif, sedangkan penemuan-penemuan fakta yang dilakukan oleh organisasi hak asasi manusia al-Mezan yang berbasis di Gaza tidaklah disebutkan. Hal ini terus menghantui saya bahwa laporan Amnesty tersebut hanyalah propaganda dari Israel, atau pengalihan fakta terbaik yang seorang dapat publikasikan untuk menutupi kengerian yang telah Israel lakukan di Gaza.

Israel menghancurkan atau membuat sekitar 18.000 rumah tidak layak untuk dihuni. Dalam “Families Under the Ruble,” Amnesty menunjukkan bahwa dalam setiap kasus, Israel benar-benar menargetkan para militan tapi menggunakan “kekuatan yang tidak proporsional”. Itu adalah alibi yang sempurna untuk Israel. Semua orang tahu akan hukum humaniter internasional (hukum perang) bahwa tidak mungkin untuk membuktikan ketidakseimbangan. Ini adalah konsep yang tidak berarti. Bagaimana Anda bisa memperkirakan bebrapa banyak nyawa warga sipil yang “layak” untuk dijadikan sasaran militer tertentu? Ini adalah kasus klasik membandingkan apel dan jeruk.

Apakah benar ada 18.000 militan Hamas di 18.000 rumah yang telah dihancurkan? Lihatlah kesaksian oleh para tentara Israel yang diterbitkan oleh Breaking the Silence. Mereka menunjukkan bahwa Israel melakukan dua hal di Gaza. Yang pertama, ketika para tentara memasuki wilayah, peraturan pertempurannya adalah bahwa para tentara harus menembak dan membunuh apapun yang bergerak, dan ini adalah peraturan mutlak. Dengan kata lain, tidak ada warga sipil di zona perang yang ditargetkan. Yang kedua, setiap rumah harus dihancurkan. Buldoser lapis baja D-9 beroperasi nonstop pada saat itu, meratakan rumah-rumah, hari demi hari. Apakah ada dari hal-hal tersebut yang terdengar seperti hanya menargetkan para militan?

Apapun yang bergerak harus ditembak dan dibunuh.

NM: Anda mengatakan dalam artikel Anda bahwa “Amnesty kembali kepada ilmu tentang pembelaan suatu pendirian” tetapi juga berpendapat bahwa opini publik diseluruh dunia berbalik melawan Isrel. Bagaimana Anda menjelaskan paradoks ini?

NGF: Hebatnya, meskipun media yang berpihak dan kekuatan tangguh dari lobi Israel, oposisi terhadap kebijakan Israel terus berkembang. Semakin banyak orang menembus awan penuh kebohongan dan melihat kebenaran yang nyata. Setelah Setelah para pendukung Israel menyadari bahwa mereka telah kalah dalam pertempuran untuk opini publik di sektor-sektor liberal seperti kampus-kampus dan organisasi hak manusia, mereka melepaskan sarung tangan anak-anak mereka. Mereka memulainya dengan menuduh orang-orang yang mengecam kebijakan Israel sebagai anti-Semit dan mengerahkan segala macam tekanan dibalik pintu yang tertutup. Dalam kasus di kampus-kampus, dimana opini-opini yang sangat menentang kebijakan Israel lahir, para alumni Yahudi dikerahkan untuk mengancam akan memotong kontribusi-kontribusinya.

Atau, pertimbangkanlah dewan penasehat Amnesty di Inggris, yang baru-baru ini mendukung kampanye anti anti-Semit yang baru. Mereka berkapitulasi pada kampanye yang tak masuk akal. Sudahkah anda melihat statistiknya dalam hal ini? Menurut semua jajak pendapat terpercaya seperti Pew Study, anti-Semitisme di Inggris telah turun dibawah 10 persen. Di sisi lain, 60 persen dari populasi Inggris memiliki opini yang negatif terhadap Roma/Gipsi dan 40 persen nya pada Muslim. Ada sebuah tugas besar pada hari lalu mengenai Nazi yang berdemonstrasi di Inggris. Apakah Anda tahu berapa Nazi yang benar-benar muncul? Dua puluh. Namun The Guardian tetap mempublikasikan berita tentang jumlah orang anti-Semitism yang terus meningkat. Ada purbasangka yang lebih banyak terhadap orang-orang yang lebih gemuk, pendek dan jelek. Saya dapat meyakinkan Anda, jika Anda bertanya pada pria Inggris manapun tentang apakah ia lebih suka menjadi orang Yahudi atau seseorang yang berkepala botak, dia akan menjawab menjadi orang Yahudi.

NM: Apakah Anda pernah secara pribadi mengalami anti-Semitisme?

NGF:  Saya dibesarkan dilingkungan Yahudi, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Tidak ada Non-Yahudi disekolah, karena dari tempat duduk dibarisan depan sampai kebelakang diisi oleh orang-orang Yahudi. Saya mengetahui beberapa Non-Yahudi pada saat itu, tetapi kami tidak berbaur. Generasi saya tidak meributkan tentang hal anti-Semitisme, kami menghitung bagaimana caranya menaklukkan dunia. Pada kenyataannya, banyak dari mereka yang melakukan itu. Sebagian besar menduduki tingkat paling atas di bidangnya masing-masing, kursi departemen di Universitas Ivy League, profesor-profesor di Sekolah Medis Harvard, kepala-kepala perusahaan besar, senator-senator. Mereka sangat cerdas, dan yang pasti; Anda takkan bisa mencapai peringkat atas tersebut dan dimulai dari bawah, kecuali Anda mempunyai kecerdasan tinggi. Namun mereka juga sangat ambisius, mungkin ini adalah kesalahannya. Mereka tidak membiarkan apapun, baik sentimentalitas maupun prinsip-prinsip untuk menghalangi jalan mereka menaiki tangga kesuksesan. Anti-Semitisme tidak ada dalam kamus kami, karena kami percaya – dan ternyata benar – bahwa, jika kami bekerja cukup keras, semua pintu ke kekuasaan dan hak istimewa akan terbuka untuk kami.

NM: Di masa lalu Anda telah sangat kritis terhadap gerakan Pemboikotan, Divestasi dan Sanksi, merujuk kepada mereka sebagai “kultus” dan “krimila secara sejarah”. Apa perbedaan utama Anda dengan Mereka?

NGF: Saya setuju dengan 95% dari BDS dalam tindakannya, sebagai lawan dari platform BDS yang formal. Penggunaan instrumen-instrumen anti-kekerasan seperti pemboikotan, divestasi dan sanksi, tentu saja benar. Tidak ada gunanya berusaha meyakinkan Israel melalui argumen rasional dan moral. Anda tidak bisa meyakinkan mereka tentang keadilan perjuangan Palestina lebih dari yang Anda bisa pada para kulit putih di Amerika Selatan tentang keadilan dari Gerakan Hak Sipil. Setiap komentar kritis tentang BDS harus dimulai dengan pengakuan atas keuletan, kecerdikan dan kecerdasan akar rumput dari para aktivis BDS, yang telah mencetak sejumlah kemenangan yang mengesankan.

Perbedaan saya dengan DBS adalah bahwa Anda tidak bisa menang dari masyarakat luas tanpa mengambil sikap yang  jelas tentang hak Israel sebagai negara untuk eksis dalam perbatasan-prebatasan yang diakui secara internasional. BDS secara resmi menolak untuk mengambil posisi tersebut; hal ini mengakui keagnostikannya pada keberadaan Israel. Itu adalah langkah yang salah jika Anda ingin mencapai masyarakat luas.

BDS mengatakan bahwa mereka berlabuh pada hukum internasional, tetapi di bawah hukum internasional Israel adalah sebuah negara. Itulah sebabnya mengapa Israel adalah negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Anda mengklaim baik hak-hak Palestina dibawah hukum internasional, namun menyangkal hak lainnya. Anda tak bisa pilih-pilih dengan hukum. Anda harus bertetap pada apa yang hukum internasional tetapkan mengenai kedua belah pihak yang terlibat konflik, bukan hanya hadir untuk sisi Anda sendiri. Jika Anda meminta hak anda untuk diakui, anda juga memiliki kewajiban untuk mengakui hak orang lain. Hampir setiap kemenangan BDS dicapai, meskipun platform BDS yang berbeda.

Anda tidak bisa pilih-pilih dengan hukum.

Resolusi-resolusi yang bervariasi di kampus-kampus AS mendukung sasaran divestasi pendudukan dan secara eksplisit mengakui Israel. Jika BDS menandakan platform nya yang resmi (seperti pemimpinnya memberitakan), maka akan sulit untuk memahami mengapa resolusi-resolusi ini menjadi kemenangan bagi BDS. Mereka secara efektif meratifikasikan penyelesaian dua negara tersebut sedangkan platform BDS yang resmi tidaklah bersuara pada hal ini, dan banyak pemimpin dan aktivis BDS yang senagat menentang hal itu.

Selain itu, BDS membina harapan-harapan yang tidak realistik yang, bertindak dan terlepas dari adanya perlawanan rakyat massal di wilayah-wilayah pendudukan yang dapat membebaskan Palestina. Seorang pemimpin gerakan BDS baru-baru ini menyatakan, “BDS juga mungkin terbukti menjadi bentuk perlawanan Palestina terkuat dan populer yang pernah ada.” Benarkah? Lebih banyak warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang secara aktif berpartisipasi dalam BDS dibandingkan dalam Revolusi Arab pada tahun 1936-1939 atau selama intifada awal? Pemimpin ini tampaknya membingungkan antara LSM yang didanai negara asing yang membuat lanskap-lanskap Ramallah menjadi mewah dengan rakyat Palestina. Pemimpin BDS lain juga baru saja menyatakan, “Bagi kami di Gaza, jendela harapan yang masih tersisa adalah memboikot Israel dan mengisolasinya secara penuh, sampai warga-warga di kamp pengungsi Gaza yang menjadi populasi terbesar disini dapat kembali ke kampung halamannya dimana mereka dibantai dalam pembersihan etnis pada tahun 1948.”

Sangatlah aneh mendengarkan orang-orang ini, yang disatu sisi mencaci-maki para imperialis, kolonialis, rasis, dan Zionis putih liberal Barat karena mengacuhkan “lembaga” Palestina dan disisi lain mereka mengharapkan Palestina akan dibebaskan, tetapi dengan menggunakan tekanan-tekanan. Pernyataan-pernyataan dan banyak orang seperti mereka yang berasal dari kepemimpinan BDS, mengumpulkan delusi-delusi dari ilusi yang menumpuk dan dibumbui dengan penyakit megalomania. Seorang revolusioner Afrika, Amilcar Cabral pernah berkata, “Janganlah berkata kebohongan, dan menangkanlah kemenangan yang tidak mudah.” Menurut pendapat saya, nasihat bijak ini layak untuk diindahkan.

NM: Banyak mahasiswa di Inggris mendukung gerakan BDS ini. Apa pendapat Anda mengenai dukungan yang diberikan oleh para mahasiswa atas gerakan ini?

NGF: Saya bisa memahami orang-orang muda yang telah menyambut baik platform BDS dan pilihan satu negara ini. Jika masih muda, saya akan melakukan hal yang sama. Bagian dari itu adalah idealisme sehat dari orang-orang muda. Satu negara sekuler dimana semua orang menikmati hak yang sama dibawah hukum terdengar lebih menarik dibandingkan dua negara yang dibedakan berdasarkan etnis. Tapi sebagian dari sikap itu adalah radikal; Ingiin menjadi lebih murni dan canggih dari yang lainnya, sementara “solusi dua negara” terdengar membosankan seperti air bekas cucian. Sifat radikal dalam diri saya tidaklah berkurang dalam tahun-tahun tua saya, tetapi politik telah berkurang mengenai saya, ego saya dan mencoba untuk menyerang pose radikal, dan lebih tentang keinginan untuk menyelesaikan sesuatu.

Saya telah menyetujui pendekatan Gandhi terhadap politik. Ajarannya adalah bahwa politik bukanlah tentang mengubah opini publik, mereka berusaha untuk membuat orang untuk bertindak atas apa yang mereka sudah ketahui salah. Banyak orang mengetahui ada 10.000 hal yang salah dalam sebuah sistem; masalahnya adalah, mereka jarang melakukan apa-apa tentang hal tersebut. Salah satu bahaya dari politik radikal adalah Anda bercita-cita untuk melampaui sensibilitas yang populer; Anda memprioritaskan konsep benar dan salah milik Anda sendiri dan mencoba untuk memisahkan diri dari publik. Anda akan berakhir dengan memberikan sikap yang impresif namun dengan mengorbankan efektivitas politik Anda sendiri.

NM: Bisakah Anda ceritakan sedikit mengenai pengaruh orang tua Anda terhadap Anda?

NGF: Tahun ini adalah tahun kedua puluh setelah kepergian mereka. Ayah saya meninggal pada Januari 1995, ibu saya pada Oktober 1995. Akan sangat indah jika aku bisa memasang sebuah plakat untuk mengenang mereka di sebuah rumah sakit di Gaza (yang mana adalah tujuan saya di Byline.com). Tentu saja, saya harus merenungkan prospek bahwa Israel, dengan kegilaannya yang tak terbatas, mungkin akan menargetkan rumah sakit tersebut dan meledakkan plakat tersebut. Ini disebut, “Belajar pelajaran dari Holocaust.”

Semua yang saya lakukan dalam hidup saya adalah pembenaran dari apa yang orang tua saya pertahankan selama Perang Dunia II, dan yang menempel pada diri mereka sampai akhir hayatnya. Saya pernah makan malam dengan dua veteran dari Perang Dunia II bersama degan istri mereka kelahiran Jerman. Terdengar dalam percakapan bahwa kedua istri veteran tersebut menikah di Jerman setelah perang selesai. Keduanya berasal dari Hitler Youth. Saya sama sekali tidak menunda percakapan tersebut. Banyak orang bekerjasama untuk hidup dalam masyarakat Nazi; hal ini seperti bergabung dengan Pramuka. Mereka membuat kompromi moral, sama seperti kita semua. Tapi pada satu titik, salah satu istri mengatakan dengan sedikit merengek, “Berapa lama lagi kita harus hidup dengan Holocaust ini di Jerman?” Saya berpikir, “Orang tua saya harus hidup dengan hal itu sampai akhir hidupnya, jadi mungkin orang-orang generasi Anda (ia berusia 70-an) harus hidup dengan itu sampai akhir hidup mereka.”

Setidaknya biarkanlah matahari bersinar, kumohon, setidaknya biarkanlah matahari bersinar.

NM: Apakah Anda bisa memberikan sebuah kenangan atau memori yang paling Anda ingat?

NGF: Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa Holocaust Nazi telah menghantui rumahku, dari tato biru angka di lengan ayahku sampai foto-foto keluarga ibuku yang menggantung di dinding ruang tamu, dari melihat ibuku yang terpaku didepan TV selama persidangan Eichmann sampai reaksi histerisnya terhadap perang Vietnam di berita malam. Setiap waktu, setiap memotong daun bawang, saya sangat mengingantnya, mengingat betapa berharganya setiap potongan sayur yang disendok dalam “sup” di kamp-kamp terkonsentrasi.

Kemarin saya menghibur seorang pengunjung dari Belanda yang mengunjungi Washington Square Park di New York. Saya mengatakan padanya bahwa disitulah para hippies nongkrong di era 60-an. Saya kemudain memperlihatkan video pertunjukkan Broadway “Hair” di YouTube. Lagu yang paling terkenal dari kummpulan musik tersebut adalah “Let the Sun Shine”, yang mana video nya difilmkan di Washington Square Park. Mengapa saya menunjukkan hal ini? Ketika ibu saya mendengarkan lagu tentang para hippies yang menyembah matahari ini, ia menangis. Karena ketika ia menyusuri jalan-jalan perkampungan Yahudi di Warsaw dipirannya hanyalah: “Setidaknya biarkanlah matahari bersinar, kumohon, biarkanlah matahari bersinar.”

Jadi bagi saya, yang sekarang telah menginjak usia matang diumur 61 tahun, yang ada dipikiran saya bukanlah para hippies, melainkan ibuku yang brjalan melalui perkampungan Yahudi di Warsaw, merasa hancur, terguncang batinnya, keluarganya yang dibantai, tubuh yang sangat kurus, kelaparan, mayat-mayat mengotori jalan-jalan, dan ia hanya berharap “biarkanlah matahari bersinar.”

NM: Apakah matahari pada akhirnya bersinar dalam hidupnya?

NGF: Tidak, ia membawa keputus-asaannya sampai akhir hayatnya. Ia tidak pernah bisa mendamaikan dirinya pada fakta dimana keluarganya telah dibantai. Dua saudara perempuannya, seorang saudara laki-lakinya, ibunya, dan ayahnya, ia tidak pernah bisa menerimanya. Pada kenyataannya, jika memang ia bisa berdamai dengan hal itu, ia tak bisa melepaskannya, ia tak ingin melupakan kematian mereka. Bahkan pada usia disaat orangtuanya pasti sudah meninggal secara wajar – ibuku meninggal diumur 74 dan ayahku 75 – ia tetap membawa memori tersebut bersamanya, di setiap menitnya, setiap harinya sampai ia meninggal.

NM: Apakah ini menempatkan masalah-masalah kita yang lain dalam suatu persepektif tertentu?

NGF:  Saya memiliki ego, hal-hal remeh, saya juga menderita dari semua sifat kelemahan manusia dan dalam narsisme. Sering kali saya tak dapat melihat gambaran yang lebih luas. Nihil humani a me alienum puto – tidak ada manusia yang asing bagi saya – adalah pepatah favorit Marx. Itulah cara kita membangun diri; Anda tak dapat menghilangkan ego anda dan hanya melihat gambaran yang lebih luas.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar