Wall Street ditutup dengan angka 3.6%, penurunan terburuk sejak 2011
Saham AS ditutup seiring dengan menurunnya Dow Jones Industrial Average di 588 poin, memulih setelah penurunan yang mengejutkan sebesar 1.000 poin di pembukaan bell pada hari Senin. S&P 500 turun lebih dari 77 poin disaat perdagangan terhenti pada hari tersibuk di tahun ini bagi para investor.
Wall Street mengalami salah satu penurunan tertajam dalam empat tahun terakhir. Pada sebuah sesi yang berubah-ubah memperlihatkan indeks utama turun sebesar 5 persen pada siang hari sebelum pengkoreksian dan penutupan di hampir 4 persen. Dow dibuka dengan angka 1.000 poin mengikuti kepanikan pasar dunia dan pergeseran terbesar saham China sejak tahun 2007.
Lebih dari 2.000 saham mencapai posisi terendah dalam 52 minggu pada hari Senin, menurut WSJ Market Data Group. Nasdaq melihat Apple jatuh pada $92. Perusahaan-perusahaan raksasa seperti Chevron, General Electric, Berkshire Hathaway dan PepsiCo juga melihat harga saham termurah mereka di Bursa Efek New York dalam setahun ini.
Kerugian 588 poin yang dialami Dow berhubungan dengan penurunan 3,6 persen sedangkan kerugian 77 poin S&P 500 berhubungan dengan kerugian 3,9 persen. Nasdaq Composite mengakhiri harinya dengan penurunan sebesar 3,8 persen, turun hampir 180 poin.
Menurut data awal dari BATS Global Markets, operator pasar ekuitas AS, hampir 1.300 perhentian perdagangan tercatat di bursa AS pada hari Senin.
Meskipun persentase perubahan Down tidaklah dramatis, penurunan sebanyak 588 poin adalah penurunan poin intraday terbesar kedelapan dalam sejarah Dow sedangkan penurunan 1.000 poin adalah penurunan poin intraday dalam sejarah.
Kekacauan saham AS diikuti jatuhnya pasar dunia pada hari Senin, setelah gabungan dari Shanghai ditutup sebesar 8.5 persen. Pasar Asia mengikuti China dengan sell-off yang luas. Eropa mengikuti penurunan tren tersebut, dengan penurunan sebesar 5,3 persen dari Stoxx Europe 600 Index – ini adalah persentase penurunan terburuk sejak tahun 2008.
“Katalis untuk penurunan baru-baru ini di pasar saham dan komoditas adalah awal dari situasi ekonomi global akibat devaluasi mata uang China baru-baru ini. Orang-orang China bergerak untuk menetapkan Yuan lebih rendah yang mengejutkan pasar dunia dan menyebabkan banyak analis mempertanyakan apakah China bisa memenuhi perkiraan pertumbuhan ekonominya yang tinggi,” Edward Harrison, spesialis perbankan dan keuangan di Global Macro Advisors mengatakan.
- Source : www.rt.com