Pentagon akan memperbanyak penerbangan pesawat tak berawak (drone) sebesar 50% dalam 4 tahun kedepan
Militer AS akan meningkatkan jumlah penerbangan drone dari saat ini dimana 61 kali dalam sehari menjadi 90 kali pada tahun 2019 sementara memperluas kemampuan serangan-serangan yang mematikan.
Program drone yang telah diperluas dan sebagian dioperasikan oleh Angkatan Udara AS akan memperluas pengawasan dan pengumpulan informasi dari Ukraina dan Afrika Utara ke Irak dan Laut Cina Selatan.
“Kami telah melihat sinyal permintaan stabil dari semua komandan kombatan geografis kami untuk memiliki lebih dari kemampuan ini,” Kapten Angkatan Laut Jeff Davis, juru bicara Departemen Pertahanan mengatakan pada wartawan di Pentagon.
Pergerakan tersebut akan menandakan perluasan terbesar dalam program drone semenjak tahun 2011.
Menurut perkiraan dari Biro Investigasi Jurnalisme ada lebih dari 5.000 orang telah tewas oleh serangan drone AS sejak tahun 2004. Pemerintah AS belum mengumumkan setiap angka korban yang terkait dengan program-program yang bersifat rahasia.
Rencana baru ini akan membagi tugas penerbangan drone tersebut antara Angkatan Udara, Angkatan Darat dan Komando Operasi Khusus, serta para kontraktor pemerintah yang tidak memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan mematikan.
Pada tahun 2019, Pentagon menginginkan agar Ankatan Udara menerbangi 60 penerbangan per hari, Angkatan Darat memberikan kontribusi sebanyak 16 penerbangan, Komando Operasi Khusus akan menawarkan 4 penerbangan, sementara para kontraktor akan menerbangkannya sebanyak sepuluh kali dalam sehari.
Saat ini, Angkatan Udara menerbangkan 22 dari 61 penerbangannya untuk tujuan pengumpulan informasi CIA, dengan arahan penerbangan yang ditentukan oleh CIA dan dijalankan oleh personel militer.
Pada awal tahun ini, Angkatan Udara meminta Pentagon untuk mengurangi jumlah kantor penerbangan drone. Menteri Pertahanan AS Ashton Carter sepakat untuk menurunkan operasi drone Angkatan Udara 65-60 penerbangan per hari pada bulan Oktober 2015, dengan syarat bahwa cabang-cabang lain dari militer akan meningkatkan jumlah penerbangan drone mereka.
Rencananya akan terwujud dalam beberapa langkah, Wall Street Journal melaporkan, dengan kontraktor menangani enam penerbangan dalam sehari dan Angkata Darat mengambil sebanyak delapan penerbangan pada tahun 2017, semua di samping 60 penerbangan setiap hari oleh Angkatan Udara.
Rencana tersebut juga memungkinkan drone untuk dialihkan dari satu area ke area lain dalam kasus cuaca buruk atau pembatasan lainnya. Seorang pejabat pertahanan mengatakan kepada Journal bahwa jika sebuah drone tidak bisa terbang diatas Irak pada hari-hari tertentu, misalnya, drone tersebut bisa dikirim ke tempat-tempat lain di Timur Tengah untuk pemantauan.
Biaya rencana tersebut masih belum diketahui pada saat ini.
Perluasan program drone tersebut sejak tahun 2009 untuk mengawasi dan mengontrol dunia mungkin adalah hal yang tak terhapuskan pada masa pemerintahan Obama di Washington. Pemerintah telah menggunakan kemajuan teknologi pada drone mematikan untuk merevolusi perang di luar negeri, dan meramalkan pengimplikasiannya untuk abad ke-21.
Dengan kemampuan pengawasan dan menembakkan rudal, drone-drone Predator dan Reaper telah banyak digunakan untuk menyerang berbagai target – target yang lebih membahayakan warga sipil, menurut sejumlah laporan – di Afghanistan, Irak, Pakistan, Somalia dan Yaman, semua penyerangan tersebut dilancarkan tanpa adanya kerangka hukum internasional dan hanya dengan janji “peganglah janji kami” ala orang-orang Amerika sebagai jaminan bahwa drone-drone mematikan tersebut dipandu oleh semacam kompas yang beretika dan bermoral.
“Tidak adanya pengawasan. Saya hanya tahu bahwa program itu bobrok secara keseluruhan dan orang-orang perlu tahu apa yang telah dialami oleh orang-orang yang berada didalam,” mantan operator sensor drone AS Brandon Bryant mengatakan. “Orang-orang perlu tahu tentang kurangnya pengawasan dan kurangnya pertanggung jawaban yang sering terjadi.”
Sementara itu, pemerintah AS telah memasok berbagai senjata yang tak mematikan, termasuk drone-drone dan Humvee lapis baja kepada pemerintah Ukraina, dalam usahanya untuk menekan pemberontak bagian timur di negara itu.
Warisan Obama akhirnya dapat tercanangkan dengan adanya situasi perang baru dimasa ini, karena pemerintahannya terus menyimpan “daftar eliminasi” yang terkenal dari para tersangka terorisme yang ditargetkan oleh rezim drone rahasia CIA tanpa adanya pengawasan eksternal atau pertanggung jawaban.
Sebagai contoh, AS telah mengoperasikan operasi rahasia, serangan drone di Pakistan sejak tahun 2004 yang dikelola CIA. AS membenarkan pelanggaran kedaulatan Pakistan dengan Kuasa Penggunaan Angkatan Militer (AUMF), sebuah hukum lampau Kongres AS setelah penyerangan 9/11 yang diberikan oleh presiden AS untuk menggunakan “semua kekuatan yang diperlukan dan tepat” terhadap orang-orang dibalik serangan terhadap Amerika. Pada bulan Mei 2013, hampir 12 tahun setelah penandatanganan hukum tersebut, Obama dalam reformasi-reformasi menjanjikannya untuk program drone yang sulit untuk di verifikasi dikarenakan kerahasiaan pemerintah – telah diklarifikasikan jatuh ke dalam kategori sebagai “Al-Qaeda, pasukan Taliban dan yang terkait.”
Pakistan telah mengecam aktivitas drone AS, mengklaim bahwa aktivitas tersebut adalah ilegal dan kontraproduktif. Namun banyak yang percaya bahwa kedua negeara tersebut berkolusi dalam keinginan bersama mereka untuk memberantas para militan Islam dari daerah-daerah suku semi-otonomi di perbatasan Afghanistan.
Para pejabat AS menghindar untuk mengakui serangan-serangan drone AS dan lebih memilih untuk meyakinkan publik bahwa serangan apapun yang digunakan terhadap para militan Islam peringkat atas tidaklah tersedia pada saat diliput. The New York Times melaporkan pada Mei 2012 bahwa mereka yang ditargetkan untuk serangan udara – ‘daftar eliminasi’ Obama – dibersihkan melalui Gedung Putih selama pertemuan mingguan yang dijuluki ‘Teror Tuesday’.
- Source : www.rt.com