Mungkinkah Kita “Berdamai” dengan Covid?
Sudah…sudah..…nggak usah sinis dan nyinyirin ucapan Pakde Jokowi. Kita semua se-Indonesia tahu perjuangan Presiden Joko Widodo melawan Covid dengan caranya.
Yup, caranya yang tetap prioritaskan rakyat Indonesia terbebas dari Covid, tetapi juga masih bisa beraktivitas. Mengambil contoh memilih PSBB ketimbang lockdown.
Hhheemmm…penulis nggak perlu bahas lagi yah bagaimana sejumlah anggaran digelontorkan pemerintah pusat untuk menyelamatkan rakyat dari pandemi, sekaligus juga dari lapar dan ekonomi yang dikhawatirkan ikut sekarat. Pertanyaan besarnya, mau sampai kapan rakyat disuapi, jika roda ekonomi terpaksa terhenti?
Pandemi ini berawal sejak 2 Maret 2020, ketika Jokowi resmi mengumumkan ada 2 kasus positif terjangkit virus Corona. Berarti, kurang lebih sudah berjalan 3 bulan negeri ini menyatakan perang terhadap Covid. Beberapa langkah medis, edukasi Covid dan bantuan sosial pun sudah dilakukan selama ini.
Tetapi, tolong diingat, hidup kita ini ada ditangan kita sendiri! Kitalah yang mengontrol kehidupan kita. Mau maju, nyamping, serong atau mundur sekalian! Maksudnya, nggak bisa kita ini terus menerus mengeluh mengenai dampak Covid! Saatnya diam, dan bangkit!
Berdamai dengan Covid jelas artinya bukan bernego dengan Covid seperti jual beli di pasar dan cari kesepakatan! Mikir saja, memangnya bisa kita bersepakatan dengan virus, dan bertanya baik-baik, “Vid, ente mau sampai kapan di Indonesia?”
Wkwkwk…maaf, dungu banget kalau kita menelan bulat-bulat kata berdamai yang dimaksud Jokowi! Bandingkan dengan arti ungkapan makan teman. Apakah kita artikan kita makan teman kita itu? Mikir!
Jelas banget disini maksud Pakde Jokowi bahwa ini saatnya kita melanjutkan kehidupan kita. Cukup selama ini kita sama-sama mengenal Covid, dan diajarkan cara hidup di masa pandemi ini. Berarti bukan waktunya lagi kita menunggu kapan Covid berakhir, tetapi kapan manusia bisa berubah dan beradaptasi hidup normal dengan standar anti Covid.
Sebenarnya, manusia itu mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Contoh keseharian saja, maaf masih banyak saudara-saudara kita yang hidup di daerah pembuangan sampah. Nggak kebayang aroma menyengat dan standar kesehatan disana. Tetapi nyatanya mereka bisa hidup dengan kondisi miris seperti itu. Hidup normal ditengah kondisi yang sebenarnya tidak dapat dikatakan normal.
Salah jika menyimpulkan ini sikap pasrah! Picik dan dangkal jika berpikir seperti itu! Faktanya, manusia sudah lama kok hidup dengan virus lainnya, seperti Tipus, TBC, Malaria, atau bahkan DBD yang juga penyebab kematian tertinggi di Indonesia bahkan.
Memang, belum ada anti-virus untuk Covid. Tetapi, kita semua sudah diajarkan dan diberikan pengertian kesehatan dan kebersihan, misalnya melakukan hal sederhana memakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak. Nah, kita jadikan itu sebagai gaya hidup kita yang baru, seperti juga misalnya ketika kita waspada terhadap DBD dengan memperhatikan tempat bersarangnya nyamuk.
Mungkin membandingkan DBD dengan Covid tidak sebanding, tetapi yang ingin penulis angkat adalah membangun awareness atau kesadaran dan tanggungjawab pribadi! Dimulai dari saya, lalu menjadi kamu, kalian dan berakhir di kita semua bertanggungjawab!
Berpikirlah, nggak mungkin selamanya kita ini ngumpet dan mengunci diri di rumah. Lalu berisik, ngedumel, teriak-teriak salahkan si ono dan si anu! “Woi…kami lapar, kapan ini virus berakhir!”
Wkwkwk…mikir, memangnya ada negara yang sengaja ternak virus supaya warganya habis? Nggak sekalian ledakan diri saja, lebih cepat selesai, daripada seperti ini menghabiskan waktu dan juga biaya.
Itu sebabnya, jangan berpikir negatif seakan negeri ini cuek, dan sabodo amat dengan mulai melonggarkan beberapa kebijakan. Ini bukan karena tidak peduli, dan seolah membiarkan rakyatnya musnah.
Negeri ini harus berjalan, ekonomi harus berputar, dan rakyat harus kembali beraktivitas dengan beradaptasi tentunya bermodal edukasi selama ini. Kembali berkreativitas dan bekerja! Jangan terlena dengan mental (maaf) ngemis mengharapkan bantuan pemerintah.
Adaptasi adalah senjata yang ampuh, dengan meningkatkan kualitas hidup pastinya.
Kita mulai kehidupan yang baru ini dengan mengubah gaya hidup kita. Makanlah makanan yang bergizi, sayur dan buah-buahan! Tinggalkan gaya makan asal kenyang tapi tidak bergizi! Lalu biasakan menjaga kebersihan, dan mematuhi kebijakan protokol yang mengatur “new normal” nantinya.
Paham yah, apa dan kenapa berdamai dengan Covid-19.
Covid-19 musuh kita bersama, dan saat ini tanggungjawab serta kedisiplinan kita menentukan bangkitnya rakyat Indonesia, yang juga bangkitnya negeri ini. Kita harus melawan Covid-19 dengan berubah menjadi manusia yang lebih baik. Menjaga diri sendiri, yang sekaligus juga artinya menjaga orang lain.
Ilustrasi: Imgur
- Source : seword.com