Para Dokter Khawatir, Sejumlah Pasien Covid-19 Yang Sempat Sembuh Kembali Terinfeksi
Hasil pemeriksaan terbaru di Korea Selatan dan China menunjukkan beberapa pasien Covid-19 yang sempat sembuh kembali terinfeksi virus corona.
Setelah mengetahui 50 pasien covid-19 di kota Daegu yang sempat sembuh kembali terinfeksi virus corona, Korea Centers for Disease Control and Prevention (KCDC) meluncurkan penyelidikan untuk mengetahui apakah mereka memang benar terinfeksi kembali atau virus yang bersemayam dalam tubuhnya kembali bangkit.
“Meskipun kami lebih condong pada reaktivasi virus sebagai penyebabnya, kami tetap melakukan studi komprehensif untuk menyelidiki fenomena ini,” ujar Direktur Jenderal KCDC Jeong Eun-kyeong seperti yang dikutip kantor berita Bloomberg.
#SARS2019p Reactivation?
— Dr. Ali Khan (@UNMC_DrKhan) April 7, 2020
51 recovered patients test positive: reinfection, reactivation, or simple prolonged shedding at limit of detection missed by discharge testing? Critical question about immunity since countries proposing to let sero + roam free.https://t.co/At5UHQWOCh
Meskipun kasus terinfeksi kembali pada pasien bisa menjadi masalah baru, faktanya kasus reaktivasi virus bisa jauh lebih merepotkan. Selain menimbulkan pertanyaan baru tentang daya tahan tubuh pasien pasca sembuh, fenomena reaktivasi juga akan menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah dan tenaga kesehatan di seluruh dunia.
Jika benar ada resiko besar reaktivasi virus pada pasien covid-19 yang telah sembuh, itu berarti kebijakan karantina yang selama ini ditetapkan, termasuk penutupan sejumlah bisnis dan ruang publik, harus diperpanjang.
Kemungkinan lainnya adalah hasil positif palsu, yang mungkin terjadi jika tes mengambil residu dari infeksi awal.
Seperti yang telah diketahui, Korea Selatan kerap dijadikan contoh sukses dalam menangani pandemi virus corona usai berhasil mempertahankan total jumlah terinfeksi di angka 10.400 dengan korban meninggal dunia 204 jiwa.
Kunci dibalik kesuksesan Korea Selatan sendiri adalah dengan memberlakukan karantina ketat, pemeriksaan menyuluruh hingga melacak penyebaran virusnya.
Interesting preliminary data on neutralising antibody responses in recovered COVID-19 patients. Seems there can be a wide range of antibody responses post-infection (including undetectable). But still unclear what this means for future reinfection risk. https://t.co/SNoLBNoc9p pic.twitter.com/VdPuQqf7mA
— Adam Kucharski (@AdamJKucharski) April 8, 2020
Tak hanya di Korea Selatan, fenomena serupa juga muncul di China di mana virus corona pertama kali terdeteksi pada akhir Desember tahun lalu.
Sekelompok ilmuwan di Fudan University menganalisa sampel darah milik 175 pasien yang telah diizinkan dari rumah sakit di Shanghai dan menemukan bahwa hampir sepertiganya memiliki tingkat antibody yang rendah dan sedikitnya 10 pasien diketahui tidak memiliki antibody sama sekali.
“Terkait kondisi pasien yang beresiko tinggi terinfeksi kembali atau tidaknya tentu diperlukan studi lebih lanjut,” ujar tim ilmuwan dalam makalahnya yang dirilis hari Senin.
Untuk diketahui, mereka yang telah dinyatakan sembuh dari gejala sedang virus corona dan mereka yang memiliki antibodi rendah rata-rata masih muda dengan rentang usia 15-39 tahun. Sebaliknya, mereka yang berusia 60-85 tahun memiliki antibody tiga kali lebih banyak dibanding yang masih muda, ungkap para ilmuwan.
This is very worrisome. Among recovered former #COVID19 cases, “nearly a third had unexpectedly low levels of antibodies. In some cases, antibodies could not be detected at all.” ???? https://t.co/VEwTJWOJD2
— Eric Feigl-Ding (@DrEricDing) April 8, 2020
Jika sejumlah pasien tak kunjung memiliki antibody, hal ini dapat memberikan implikasi serius bagi vaksinasi dan “herd immunity” (kekebalan komunitas).
China sendiri secara resmi melaporkan hampir 83.000 kasus virus corona dengan 3.339 kematian sejak virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan. Kendati demikian, belum lama ini China mengklaim tidak ada kasus infeksi baru di negaranya dan telah menangguhkan kebijakan karantina yang sebelumnya diberlakukan di kota Wuhan.
Kesimpulan dari semua ini menunjukkan masih ada banyak yang belum kita ketahui tentang virus corona yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 95.000 orang di seluruh dunia dan memaksa hampir setengah populasi umat manusia menjalani karantina.
“Tidak ada yang tahu apakah penyakit ini akan menjadi penyakit seperti flu pada umumnya, atau penyakit kronis seperti hepatitis B atau mungkin lenyap layaknya SARS?” Profesor Wang Chen, seorang penasehat ilmiah senior untuk pemerintah China, mengatakan pada hari Senin.
- Source : www.rt.com