Meluruskan Isu Penjarahan Korban Gempa di Palu
Kita semua berduka ketika tahu terjadi gempat di Palu Sulawesti Tengah. Dari semula kita pikir hanya gempa saja, bahkan BMKG sempat menarik peringatan tsunami, tapi rupanya yang terjadi adalah tsunami. Dari beragam video yang beredar, sekilas tak seburuk tsunami Aceh. Tapi tetap saja ini bencana yang dahsyat, karena setidaknya 400 orang dikabarkan meninggal dunia, hingga hari ini.
Di saat kita sedang berduka, cerita sosok penjaga ATC, Anthonius Gunawan Agung, yang tetap mengawal pesawat Batik Air di saat terjadi gempa, mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan seluruh penumpang yang ada dalam pesawat, terasa begitu emosional.
Di saat kita merasa sedih melihat gempa dan tsunami menghantam rumah-rumah, dan belajar tentang jiwa kepahlawanan terhadap Anthonius, di saat yang sama kita mendapat video penjarahan oleh warga korban gempa di Palu. Mereka masuk ke minimarket dan toko-toko untuk mengambil minuman dan makanan. Rekaman video amatir dan profesional tidak hanya beredar di grup-grup WA dan sosial media, tapi juga sempat diberitakan di beberapa televisi nasional. Sementara polisi katanya tidak bereaksi dan membiarkan warga menjarah toko-toko.
Di saat beberapa orang ikut menghujat warga Palu, yang dianggap tidak bisa bersabar dan sebagainya, saya memilih mencari pembenaran. Saya berpikir logis, di saat warga terkena gempa, seharusnya mereka sudah tak berdaya. Rasa lapar dan haus harusnya tak menjadi prioritas bagi mereka. Sehingga penjarahan yang dilakukan dan diberitakan itu menjadi tidak sesuai dengan kebiasaan dasar seorang manusia. Dan saya berpikir pasti ada alasan dan motivasi kuat sehingga warga di sana bisa bergerak masuk ke toko-toko mengambil makanan.
Coba bayangkan musibah gempa dan tsunami itu terjadi pada kita. Apa mungkin di saat kita tertimpa musibah, di tengah kesedihan luar biasa, di saat yang sama kita punya nafsu untuk berbuat kejahatan? Tidak. Bahkan untuk mengingat makan dan minum pun sudah sulit sekali, karena yang terpikir adalah nasib keluarga dan orang-orang yang kita kenal. Inilah kenapa di setiap lokasi bencana, selalu ada dapur umum dan relawan. Karena mereka para relawan itulah yang bisa mengingatkan para korban untuk tetap makan dan minum.
Dari sekian alasan-alasan tersebut, maka saya memilih diam tak berkomentar melihat kabar penjarahan oleh warga Palu.
Sampai akhirnya pagi ini, muncul pernyataan dari Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang sekarang berada di Palu. “kita sudah perintahkan untuk Alfamart dan Indomaret itu sudah bisa diambil barang-barangnya.”
Hal yang sama juga diakui oleh Menko Polhukam Wiranto, “ada satu kebijakan yang boleh diambil. Dibayar oleh pemerintah. Seperti mendapatkan air minum dan sebagainya.”
Dan ya, benar apa yang saya pikirkan. Kejadian tidak biasa tersebut rupanya memiliki alasan yang kuat, karena diijinkan oleh pemerintah. Maka jangan heran kalau dalam beberapa video yang beredar, polisi terlihat diam saja dan malah seperti mengamankan orang-orang yang sedang menjarah toko-toko. Rupanya itu memang dibolehkan dan bagian dari tanggap darurat bencana.
Saat mengetahui terjadi gempa dan tsunami, Presiden memang langsung menelpon Menko Polhukam, Panglima TNI, Kapolri dan menteri-menteri terkait untuk segera berkoordinasi, berangkat ke lokasi bencana untuk segera mengambil tindakan darurat. Jadi dari kemarin, semua pembantu Presiden sudah berada di lokasi.
Sementara Presiden Jokowi hari ini menginstruksikan perubahan acara jalan sehat di Solo menjadi doa bersama untuk Palu. Setelah berdoa bersama, Presiden langsung terbang menuju Palu untuk melihat langsung kondisi di lapangan. Membatalkan serangkaian acara kampanye yang seharusnya beliau hadiri, mengingat hari ini minggu, waktunya kampanye.
Kembali lagi pada soal isu penjarahan, apa yang dilakukan Mendagri dan Menko Polhukam di Palu adalah sebuah keputusan yang aneh dan tidak biasa. Kita bisa melihat ada ragam komentar negatif soal hal ini. Pesimis nantinya pemerintah mau bayar toko yang dijarah, tidak mendidik, dan sebagainya.
Salah seorang informan Seword yang berada di lokasi tsunami sejak kemarin, beberapa menit yang lalu juga mengabarkan hal yang sama. Bahwa isu penjarahan yang viral di media sosial ini perlu diluruskan.
Katanya, keputusan untuk mengambil logistik dari toko-toko sekitar itu dibuat saat komunikasi terputus, jalur evakuasi dan penyaluran logistik sangat sulit dilakukan. Kita di luar Palu pun tidak bisa mendapat info yang jelas mau menyalurkan bantuan via apa dan bagaimana caranya. Sementara warga sudah cukup kelaparan dan perlu ada langkah cepat saat itu juga.
Maka saat itu juga Mendagri dan Menkopolhukam berkomunikasi dengan pihak minimarket untuk mengambil barang-barang makanan untuk korban gempa. Dijaga oleh polisi dan TNI agar tidak ada kericuhan atau pertikaian. Sehingga kalau ada video dan rekaman seolah-olah terjadi penjarahan, sebenarnya itu dilakukan karena alasan darurat dan sudah ada komunikasi dengan pihak terkait. Dijaga oleh Polri dan TNI supaya tertip dan tidak ricuh.
Soal berita penjarahan truk BBM dan sebagainya, hal ini pun perlu diluruskan. Kejadian tersebut adalah dampak dari matinya listrik di Palu. Sehingga SPBU tidak bisa menyalurkan bahan bakar kepada para korban gempa yang ingin keluar dari daerah bencana. Sehingga satu-satunya cara menyalurkan BBM kepada pembeli adalah langsung dari truk BBM. Bahwa ada yang tidak bayar dan sebagainya, itu adalah oknum dan faktor kepepet, karena mungkin barang-barang dan uangnya terbawa tsunami. Bahwa ada truk BBM tak ada penjaga dan tak bertuan, yang kemudian BBM nya diambil oleh warga korban gempa, hal inipun menurut saya tak perlu ditanggapi negatif. Karena ini dalam keadaan darurat.
Pada intinya bencana gempa dan tsunami di Palu tetap perlu perhatian dan bantuan kita bersama. Jangan ragu untuk menyalurkan bantuan, karena saudara kita di sana sangat membutuhkan. Berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
- Source : seword.com