Ini Dia Fatwa Vaksin MR Menurut MUI
Bulan Agustus dan September 2018 ini dijadwalkan pelaksanaan imunisasi Measles Rubella (MR) bagi luar Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sudah berlangsung pada bulan Agustus dan September 2017 tahun lalu. Imunisasi adalah suatu upaya untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Tujuan imunisasi MR ini adalah meningkatkan kekebalan masyarakat terhadap penyakit campak dan rubella secara cepat; memutuskan transmisi (penularan) virus campak dan rubella; menurunkan angka kesakitan akibat penyakit campak dan rubella; serta menurunkan angka kejadian sindrom rubella kongenital atau CRS (Congenital Rubella Syndrome).
Vaksin MR ini merupakan vaksin yang baru digunakan di Indonesia dan disubsidi oleh pemerintah, yang berarti diberikan secara gratis kepada masyarakat. Vaksin ini untuk mencegah penyakit measles (campak) dan Rubella. Penyakit campak disebabkan oleh virus morbili dengan gejala demam tinggi beberapa hari, disertai batuk dan pilek, juga mata memerah.
Vaksin MR yang sebelumnya memunculkan pro dan kontra dalam masyarakat terkait halal haramnya, kini mendapatkan jawabannya. MUI menjelaskan bahwa vaksi ini terbukti mengandung babi, namun masih boleh digunakan.
Kementrian Kesehatan menyebut pemberian imunisasi Measles dan Rubella (MR) fase kedua telah dilakukan sebesar 23,97% atau sebanyak 6.566.474 (per 13 Agustus 2018). Imunisasi tersebut dilakukan sejak awal Agustus hingga September 2018 dan berfokus pada 28 provinsi di Indonesia.
Dalam situs www.depkes.go.id, vaksin MR ini disebut 95% efektif untuk mencegah penyakit campak dan rubella. Vaksin ini pun aman dan telah digunakan di lebih dari 141 negara di dunia.
Campak dan Rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus. Campak dapat menyebabkan komplikasi yang biasanya berupa penyakit ringan pada anak, namun dapat menulari ibu hamil pada trimester pertama atau awal kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
Oleh karena itu, imunisasi dengan vaksin MR menjadi pencegahan terbaik untuk kedua penyakit ini. Satu vaksin dapat mencegah dua penyakit sekaligus.
Imunisasi MR diberikan pada anak usia 9 bulan sampai dengan kurang dari usia 15 tahun selama masa kampanye. Kemudian imunisasi ini menjadi imunisasi rutin segera masa kampanye berakhir. Imunisasi tersebut akan diberikan untuk anak usia 9 bulan, 18 bulan serta kelas 1 SD/sederajat. Serta akan diberikan gratis dan tidak dipungut biaya.
Dalam pelaksanaannya, pemberian vaksin ini sempat membuat kontroversi mengenai halal-haramnya, namun kini kita mendapatkan jawabannya. Akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa untuk vaksin campak dan rubella alias measles rubella (MR). Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa Vaksin MR ternyata mengandung babi. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.
Keputusan tersebut tertuang dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR (Measles Rubella) Produk dari SII (Serum Institute of India) untuk Imunisasi yang diputuskan pada 20 Agustus 2018 kemarin.
Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin mengungkapkan, meski sudah terbukti mengandung babi, MUI tetap memperbolehkan penggunaan vaksin MR bagi umat muslim.
Mengingat : Sampai saat ini masih belum ada vaksin MR yang halal, karena belum ada vaksin MR yang halal dan suci, sehingga vaksin ini hukumnya mubah atau boleh digunakan karena ada kondisi keterpaksaan, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi vaksin MR.
Meski begitu, fatwa ini tidak berlaku jika ada vaksin MR yang halal. Oleh karena itu, MUI tetap meminta pemerintah untuk segera menyediakan vaksin MR yang halal untuk masyarakat. Dikarenakan pemerintah wajib menjamin vaksin halal untuk imunisasi masyarakat.
Beberapa hal yang kemudian juga disampaikan juga oleh MUI. Pertama, MUI meminta produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, mendorong pemerintah menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
Ketiga, MUI juga menyarankan pemerintah untuk mengupayakan hal tersebut secara maksimal, misal melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim. Supaya memperhatikan kepentingan umat Islam dalam memenuhi kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
Nah masalah ini bisa saja jadi bahan “gorengan” kubu sebrang. Tapi mudah-mudahan saja masyarakat lebih cerdas dan lebih tenang untuk memahaminya.
Sumber :
- Source : seword.com