Anak-anak Kaya Korut Les Musik untuk Hindari Wamil yang Keras
Tidak di Korea Selatan, tidak di Korea Utara pemuda menghindari wajib militer (wamil) yang melelahkan. Modusnya adalah bermain musik. Di kedua negara tersebut, mereka yang punya bakat musik diperlakukan istimewa ketika menjalani wamil.
Jika tetangganya di selatan menghargai penyanyi K-Pop, Korut menghormati pemain musik. Itulah sebabnya banyak orang tua Korut mengirim anak-anaknya ikut les privat musik.
Tapi tentu saja hanya anak-anak orang kaya Korut yang bisa. Maklum, biaya les privat umumnya 30 ribu Won, sekitar Rp 359 ribu sejam. Nilai yang cukup mahal bagi kebanyakan warga negeri sosialis itu.
Alat musik favorit mereka adalah terompet atau trombon. Harga alat musik tiup ini rata-rata 500 ribu Won, setara Rp 5,9 juta.
"Siswa miskin tidak mungkin bisa les musik meskipun mereka menginginkannya," kata seorang sumber dari Provinsi Pyongan Selatan kepada Radio Free Asia (RFA), Minggu (12/2).
Bergabung dengan marching band militer berarti mereka tidak perlu menjalani wamil dengan latihan perang yang menguras tenaga atau dikirim ke industri pertanian, konstruksi, dan pertambangan.
"Jika Anda punya keahlian bermain musik tiup, Anda akan dipindahkan ke unit seni dan propaganda untuk bermain musik," ujar sang sumber yang minta dirahasiakan identitasnya. "Ini adalah cara untuk menghindari 'kerja paksa' dan selalu lapar," ia menambahkan.
Menurutnya, fenomena les privat ini menguntungkan guru seni yang bergaji kecil. Dalam sebulan, seorang guru musik bisa mengantongi uang tambahan 100 ribu Won atau sekitar Rp 1,5 juta dari satu siswa.
Padahal, gaji guru negeri di Korut rata-rata 160 ribu Won atau setara Rp 1,8 juta sebulan. "Mengajar anak-anak bermain trombon adalah pekerjaan sampingan yang bagus," ujarnya.
Industri les privat Korut muncul sejak krisis nasional yang dikenal sebagai Arduous March, kelaparan tahun 1994-1998. Saat itu 2 juta orang atau 10 persen dari populasi tewas.
Meskipun secara teknis ilegal, pihak berwenang mulai mentolerir les privat selama masa kelaparan tersebut karena pemerintah menyetop jatah makanan untuk guru dan profesor. Tidak ada cara lain untuk bertahan hidup selain menjajakan jasa mereka kepada keluarga kaya.
Pada saat itu, les bahasa asing sangat diminati. Tetapi setelah itu, les pelajaran ilmu pasti lebih populer. Tahun ini, les musik yang favorit seiring ketatnya aturan wamil --bagi pemuda masa wamil 7 tahun dan wanita 5 tahun.
Di Pyongyang, les musik lebih terbuka, selama tidak mengajarkan K-pop. Maklumlah, pejabat partai dan orang-orang kaya Korut umumnya tinggal di ibukota
"Les alat musik tiup populer di kalangan siswa karena ketika mereka masuk wamil nanti bisa bergabung dengan korps musik dan seni. Mereka tidak akan kelaparan dan sengsara," sumber di Hwanghae Utara menegaskan.
- Source : www.publica-news.com