Pengangguran Dianggap Kaum Gagal di Korsel, Hidup Menanggung Malu
Seoul - "Jika Anda merasa sepi, sedih, dan sendirian di rumah karena menganggur, mengapa Anda tidak keluar, berjalan-jalan, bersantai dan menikmati pemandangan yang indah?” NEET People menulis undangan itu di media sosialnya.
NETT People mengajak anak-anak muda pengangguran Korea Selatan bertemu di Stasiun Gongdeok, Seoul barat, Kamis (16/2), untuk berpartisipasi dalam acara 'NEET Walking Day'.
NEET singkatan dari Not in Education, Employment or Training atau tidak dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan. Ringkasnya, total menganggur. NEET People adalah perusahaan rintisan (start-up) nirlaba yang membantu kaum muda pengangguran menghadapi situasi dengan cara yang sehat.
Sekitar 200 anak muda merespon undangan tersebut. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri. Seorang pemuda dari barat daya kota Gwangju menginap di selasar stasiun, beberapa lainnya menempuh perjalanan bus berjam-jam.
Meski saling tak kenal, perasaan canggung menghilang begitu mereka mulai berjalan-jalan bersama. Ada tegur sapa spontan karena mereka senasib.
Menurut data Pemerintah Metropolitan Seoul, sebanyak 4,5 persen anak muda atau sekitar 129 ribu orang hidup dalam keterasingan karena menganggur. Secara nasional ada 610 ribu anak muda tak bekerja terisolasi dari masyarakat.
Park Eun-mi, perwakilan dari NEET People, mengatakan banyak sekali anak muda yang mati-matian memasuki pasar kerja hanya untuk gagal. "Setelah mendapatkan pekerjaan, beberapa dari mereka mengalami pengalaman tidak menyenangkan di tempat kerja," kata Park kepada Korea Times.
Frustasi atas keadaan membuat anak muda tidak hanya mengalami penderitaan psikologis, seperti gangguan panik atau depresi, tapi juga penyakit fisik.
"Karena tidak sehat, mereka kehilangan vitalitas dan akhirnya sendirian. Mereka diliputi perasaan kesepian," ujar Jeon Seong-shin, perwakilan NEET lainnya.
Di Korsel, orang harus mengikuti jalur normal kehidupan, yakni sekolah dari SD hingga SMA. Lalu masuk perguruan tinggi dan mencari pekerjaan yang layak. Kemudian Anda harus menghasilkan uang.
Gagal mengikuti mata rantai tersebut, percayalah, Anda akan segera menghadapi 'pengadilan sosial yang kejam'. "Masyarakat Korea tidak cukup bermurah hati kepada orang-orang yang gagal," Jeon menjelaskan.
Woongbi (28), bukan nama sebenarnya, tidak bisa berhenti mengkhawatirkan masa depannya. Konseling dan perawatan psikologis tak banyak membantu. Ia tidak mendapat pekerjaan selepas S1.
Mencoba mengikuti studi pascasarjana, namun ia hanya bertahan dua bulan. Ia tak nyaman karena menganggur dan mengalami fobia sosial.
"Saya mendapat pekerjaan paruh waktu yang sederhana, tetapi saya berhenti lagi setelah 10 hari karena saya tidak dapat mengatasi fobia sosial dan serangan panik," ia bercerita. Sudah tiga tahun ia mengurung diri di rumah.
Menurut Park dari NEET, kaum muda yang menganggur ingin berhenti merasa lelah dan mendambakan pekerjaan. Tetapi pemerintah saat ini hanya fokus pada kaum muda yang terserap pasar kerja, mereka abai terhadap kaum yang gagal.
Tidak ada pelatihan keterampilan, misalnya, bagi anak muda pengangguran. "Anak-anak muda ini diperlakukan seolah kaum yang gagal," Park menegaskan.
Percaya bahwa setiap orang dapat berubah menjadi lebih baik, NEET People membangun kenyamanan dan rasa percaya diri lewat gatheting. NEET mempertemukan para pengangguran agar dapat saling berbagi cerita dan menemukan kepercayaan diri.
Woongbi merasakan bagaimana Korsel yang makmur sangat kejam terhadap pengangguran. Itulah sebabnya ia bahagia bertemu teman senasib.
"Saya bukan satu-satunya yang berjuang dengan rasa malu sebagai pengangguran," ujarnya. "Inilah fakta Korea," ia menambahkan.
- Source : www.publica-news.com