Berani Tolak Seruan Ormas, Walikota Bogor Terus Dukung Perayaan Cap Go Meh Di Kotanya!
Saya agak muak dengan pemahaman dan pemikiran cetek sebagian umat Islam soal keimanan mereka. Apakah dengan memakai atribut Natal lalu otomatis murtad? Kan enggak. Apakah kalau kita makan kue berbentuk pohon natal lalu keimanan kita luntur? Juga enggak. Apakah mereka pernah jalan-jalan ke Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah? Itu kan tempat beribadah umat Budha. Sama saja dengan memasuki gereja yang bagi mereka bagai memasuki api neraka. Kenapa takut sekali dengan atribut agama lain? Padahal hal-hal fisik semacam itu kan harusnya malah menambah keimanan kita, menurut saya sih. Bukannya lebih baik kalau kita berkumpul dengan orang-orang yang taat dalam beragama, apa pun agamanya. Ketimbang berkumpul dengan sesama umat, namun penjahat, perampok, koruptor. Ini logika aja. Kedua, entah sudah berapa ribu kali penampilan agamis itu dipakai untuk menipu sesama umat. Contoh kasus First Travel dan kasus Abu Tours. Apa jaminannya atribut fisik bisa mewakili keimanan seseorang? Namun, tetap saja, masih ada saja yang punya pemikiran cetek macam itu.
Mari kita ke Bogor. Sebuah kelompok ormas yang menamakan diri Forum Muslim Bogor (FMB) mengeluarkan seruan terkait perayaan Cap Go Meh di Bogor. Surat seruan itu ditujukan kepada pemerintah kota Bogor, para ulama dan masyarakat muslim untuk tidak memfasilitasi dan merayakan Cap Go Meh. Bentuk fasilitas yang dimaksud adalah aksi budaya Bogor Street Festival (BSF) yang akan digelar 19 Februari 2019 mendatang.
“Ada yang mengatasnamakan FMB. Mereka menyatakan surat terbuka yang pada intinya tidak menyetujui adanya Bogor Street Festival. Kami merasa perlu untuk menyampaikan kepada publik mengenai posisi Pemkot Bogor di sini. Ini menyangkut juga atas nilai-nilai kebersamaan dan keberagaman yang diyakini oleh kita sebagai warga Bogor dari masa ke masa,” kata Bima Arya, Walikota Bogor, dilansir kumparan.com. Bima Arya menegaskan bahwa BSF merupakan simbol persatuan di tengah keberagaman warga Kota Bogor yang dibalut dalam pesta rakyat. Bima menuturkan, Pemkot Bogor memandang bahwa BSF ini adalah kegiatan seni dan budaya yang berjalan sudah lama. “Tidak bisa diasosiasikan kepada satu agama tertentu, di sini aspek kebudayaan lebih menonjol. Di dalamnya terdapat beragam kegiatan budaya, tidak saja dari Bogor tapi juga dari Nusantara. Dimeriahkan juga penampilan dari komunitas dan dibuka oleh doa lintas agama,” jelasnya. Bima menyebut bahwa BSF merupakan local wisdom yang harus terus dipelihara di tengah isu-isu perbedaan yang mengoyak kebersamaan warga. “Bogor Street Festival ini kami meyakini sebagai ajang pemersatu karena bersatunya yang beragam tadi. Ketika elemen yang berbeda secara etnis, keyakinan, status sosial berkumpul di titik itu kita merasakan kebersamaan dalam keberagaman,” katanya.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor malah menyebut seruan FMB itu sudah melampaui batas. “Tidak akan luntur akidah kita ketika kita menghormati keyakinan orang lain. Ketika Rasulullah mengunjungi orang Yahudi, apakah akidah beliau luntur?,” kata Ketua MUI Kota Bogor, KH Mustofa Abdullah Bin Nuh, mengutip pesan putri KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Anita Wahid, yang menyampaikan kepada Gusdurian saat acara haul Gus Dur di Balai Kota Bogor Jumat (25/1) lalu. “Ketahuilah bahwa rumah besar umat Islam adalah MUI, di dalamnya terhimpun ormas-ormas Islam. Terkait pernyataan Forum Muslim Bogor (FMB) tentang kegiatan CGM yang dikemas sebagai acara Bogor Street Festival, menurut saya sesuatu yang sudah melewati batas dan menimbulkan keresahan,” tegas Mustafa. “Bogor Street Festival merupakan kegiatan seni budaya. Tidak berkaitan dengan agama maupun etnis tertentu. Ini sudah menjadi milik kita. Contoh perayaan Cap Go Meh di Aceh yang menerapkan peraturan daerah (perda) syariah, melibatkan gadis-gadis berjilbab dalam aksi barongsainya dipadukan dengan tarian tradisional khas sana,” kata dia lagi Sumber.
“Kalau ada pernyataan bahwa kegiatan ini berdampak kepada akidah, izinkan saya untuk menyampaikan suatu pandangan bahwa hal itu terlalu menyederhanakan keyakinan kita. Terlalu sempit rasanya ketika kehadiran dikaitkan dengan akidah. Insya Allah akidah kita kepada agama yang kita anut tidak akan luntur,” katanya.
Bima juga menyebut bahwa BSF dari tahun ke tahun selalu dihadiri tokoh-tokoh nasional. “Apakah akidah seorang Ahmad Heryawan luntur ketika menghadiri BSF ini setiap tahun? Apakah akidah Presiden Jokowi luntur ketika ikut merayakan keberagaman budaya di Indonesia? BSF juga pernah dihadiri Menteri Pariwisata, Menteri Agama dan sejumlah tokoh lainnya,” pungkas Bima Sumber.
Nah, ini yang namanya pemimpin daerah yang selalu mengupayakan keadilan, persatuan dan kesatuan di wilayahnya. Pemimpin yang tidak melulu menyebut “keberpihakan” demi dianggap santun tapi kotanya jadi acak-acakan.
- Source : seword.com